Surat Terbuka Untuk Anggota DPRD Busel, Oleh; La Ode Budi

PJ 2022, KESEMPATAN TATA KELOLA BUSEL YANG JAUH LEBIH BAIK.

JAKARTA - Pemerintah daerah (Pemda) pada hakekatnya adalah kerja bersama antara Eksekutif dan Legislatif. Bupati dan Ketua DPRD, setara.

Baca juga: Shafira: Tren Penurunan Harga Komoditas Bahan Tambang

Perda, Anggaran hanya bisa terbit dengan persetujuan DPRD.

Daerah Otonomi Baru (DOB), anggarannya terbatas. Operasional rutin pemda saja sudah besar.  Tidak semua bisa kita bangun.

Baca juga: DPD KNPI Buton Siap Sukseskan Pelantikan DPD KNPI Baubau, Adi Guna: Kita saling Memberi Support

Karena uang terbatas inilah, daerah harus tajam prioritas, dan setiap mata anggaran pembangunan harus tereksekusi dengan baik.  

Jangan sampai bangun hari ini, besok rusak lagi.  Atau bangun yang parsial; contoh ada rumah sakit, jangan sampai biaya operasionalnya belum dipikir dengan baik.

Baca juga: Hendra Jaya Pratama: Konflik Perusahaan, Masyarakat Harus Tetap Jaga Kondusifitas Investasi di Kalteng

Belum lama mekar, wajar banyak masalah yang muncul. DPRD menerima aduan, memetakan sumber penyelesaian, dan mengundang eksekutif (kadis-kadis) untuk cari solusinya.

DPRD difasilitasi reses ke tengah rakyat, jemput bola untuk menggali masalah-masalah yang tidak terbahasakan di ruang sidang. 

Baca juga: Arogansi pengemudi dapat memicu pada perbuatan Tindak Pidana diluar hukum lalu lintas

Kenapa DPRD bisa jadi tumpuan mengadu rakyat? Karena Dewan punya fungsi pengawasan. 

Buton Selatan, ketua DPRD adalah adik Bupati (sebelumnya), dan jadi masalah karena kurang perannya sebagai pimpinan lembaga wakil rakyat. 

Baca juga: Mata Sosial Ingatkan Menag Jangan Umpamakan Suara Adzan Dengan Gonggongan Anjing

Dan setahu saya di berita, ketua DPRD hampir tidak pernah hadir,  diskusi terima aduan rakyat di ruang DPRD.  

Inisiatif ketua DPRD 'warning' atau himbau eksekutif, saya buka di google juga belum saya temukan.

Tiga tahun jadi ketua DPRD, waktu yang cukup panjang, untuk ada advokasi masalah rakyat oleh beliau.

Dan banyak terjadi, berbagai alasan kadis juga tidak mau datang dipanggil DPRD. 

Contohnya, ada masalah 41 CPNS didiskualifikasi, kepala BKPSDM tidak hadir di DPRD.  Masalah Ningsih Sri Handayani dkk juga begitu.  Yang inisiatif ke Jakarta adalah anggota, bukan ketua.

Baca juga: Ilham Bintang: MotoGP Mandalika, Ya Sudahlah, Rezeki Rara

Masalah pelabuhan tak bertuan, bahkan ada kasus pulau yang sudah bersertifikat nama tertentu, membuat wartawan telisik diadukan ke Polisi.  Susah hadirkan dinas.

Perlu diingat pimpinan DPRD, adalah kolektif kolegial, tapi pemegang palu dan tandatangan lembaga, adalah Ketua. 

Kalau ketua tidak mau agendakan suatu masalah, selesai. 

Simpulan, satunya keluarga antara Bupati dan Ketua DPRD, belum lagi jabatan eksekutif (kadis, kadis utama)  juga keluarga, tidak sehat bagi daerah. Inisiatif DPRD bisa lumpuh.

Bukti, tsunami non job tidak prosedural, DPRD bisa apa?

Baca juga: Peran Mahasiswa Milineal Sebagai Kunci Peradaban Bangsa

PJ Busel 2022-2024, adalah KESEMPATAN BUSEL memperbaiki tata kelola pemerintahan. Kecerdasan dan kepedulian para dewan kepada rakyat bisa diaktualisasikan.

2022, diharap jadi ERA BARU  “check and balance” legislatif dan eksekutif di Kab. Buton Selatan.

Karenanya, kita mengetuk kejernihan pikiran para anggota DPRD, utamanya yang tidak terafiliasi dengan mantan Bupati, untuk berjuang agar PJ bukan dari keluarga Bupati lama.  

Bukan benci atau apa, tapi demi munculnya tata kelola daerah yang jauh lebih baik.  

MARI SATU SUARA DENGAN RAKYAT, TEGAS TOLAK PJ DARI SEKDA.

Baca juga: EP Romong, Ketua Biro Organisasi DAD Kalteng: Hinting Adat Bisa Tersesat

Jakarta, 26 Mei 2022  Ir.   La Ode Budi Utama081342062290Kelahiran Majapahit, Batauga (1964)Ayahanda Wawoangi/LagualiIbunda BonelaloKakek Yarona Wawoangi